Sekecil Apapun Kebahagiaan mari kita rayakan dengan ngopi!!!!!

Sabtu, 20 Desember 2014

Energi untuk Kehidupan

Perjalanan adalah ibu kandung pengalaman. Jika pengalaman adalah guru terbaik, maka tahulah kita dari mana guru itu memeroleh ilmu. Ya, dari perjalanan. Pelajaran tentang baik dan buruk, serta benar dan salah, diolah menjadi kearifan dan kebijaksanaan dengan cara mengalami sendiri. Bukan sekadar dari membaca teks pengetahuan atau mengutip pengalaman orang lain. Dengan mengerjakan sendiri sesuatu, kita mencetuskan daya cipta, mengolah daya karsa, dan akhirnya mendapatkan daya rasa.

Allah membenci seseorang yang mengatakan sesuatu yang tidak ia kerjakan. Sebab, sesuatu yang ia katakan itu dekat dengan dusta dan dzalim. Dusta karena ia berkata tanpa benar-benar tahu apa yang diucapkannya. Dzalim karena ia kemudian merasa tahu, bahkan lebih tahu, padahal sesungguhnya ada yang tahu dan lebih tahu darinya. Dusta dan dzalim mencegah kita belajar dari kesalahan. Jika dari kesalahan saya kita sudah terhalang untuk belajar, apalagi dari kebenaran. Hanya satu momen yang disediakan oleh semesta untuk orang yang suka berdusta dan berbuat dzalim itu.

Momen itu adalah momen ketika kena batunya. Siapa pun tak bisa menghindar. Segala sesuatu yang kita lemparkan ke semesta selalu akan terpental dan berbalik ke arah kita sendiri. Jika darma memantulkan kebaikan, maka karma memantulkan keburukan. Falsafah Jawa tentang “Sawang Sinawang” atau melihat-dilihat mengajarkan betapa jika kita berharap menerima kebajikan maka kita harus memberi kebajikan pula. Jika tak ingin dicubit, janganlah mencubit. Orang yang berbuat dusta dan dzalim pada akhirnya akan termakan oleh perbuatannya sendiri.

Padahal, sesungguhnya semesta bersedia tunduk pada manusia sejak Allah menetapkan manusia sebagai makhluk paling mulia di antara seluruh makhluk; yang dimuliakan dengan akal budi; dan pemimpin di muka bumi, khalifah fil ardli. Jadi, apa pun yang terjadi pada diri kita sesungguhnya terjadi berdasarkan perintah kita sendiri. Bahasa tubuh dan bahasa ruh seorang pemimpinlah yang menggerakkan dan mendiamkan mereka yang dipimpinnya. Jika seseorang mengirimkan sinyal positif kepada semesta, maka serta-merta semesta pun akan bergerak positif. Pun sebaliknya. Sesuai instruksi.

Cahaya memang menerangi, tapi bukan berarti ia tidak menggelapkan. Jika terlampau terang-benderang, cahaya menghasilkan dampak yang sama belaka bagi penglihatan, yakni gelap mata. Silau bahkan lebih berbahaya bagi mata karena bisa menyebabkan kebutaan. Demikian pula cahaya seorang pemimpin. Jika tak menakar dengan baik seberapa besar penerangan yang dibutuhkan, adanya seorang pemimpin justru mengacaukan konsentrasi karena melumpuhkan indera. Pemimpin yang baik pun bisa belajar dari cahaya betapa ia berguna ketika gelap ada. Tanpa gelap, ia bukan siapa-siapa.

Demikianlah pengalaman sangat sabar mengantarkan kita menuju kedewasaan berpikir dan merasakan. Perjalanan kita takkan pernah lebih cepat atau lebih lambat dari waktu. Dan, pengalaman tidak memberikan kelulusan kepada para pejalan. Pengalaman selalu berubah dan bersifat sangat pribadi. Terhadap satu peristiwa yang sama-sama kita alami, setiap diri akan mengambil pelajaran yang spesifik dan berbeda. Dan, belajar adalah energi untuk kehidupan. Energi ini tergolong energi terbarukan. Pengetahuan dan pengalaman selalu memperbarui dirinya sendiri. Dan kewajiban untuk belajar adalah seumur diri, sejak lahir hingga mati. Tanpa berhenti.

Pada akhirnya, kita bisa memetik buah dari pengalaman. Buah itulah yang disebut pengertian. Dengan terus belajar, kita menjadi mengerti mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi. Segala hal memang bisa ditanyakan, namun tidak setiap hal bisa dipertanyakan. Ada hal-hal yang sesuai nalar, namun lebih banyak lagi hal yang hanya bisa kita rasakan tanpa pernah, atau tanpa perlu melihatnya langsung. Selalu ada rahasia di dalam setiap hal. Dan rahasia memiliki sistemnya sendiri untuk bersembunyi. Seorang pemberani memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan perjalanan dan memeroleh pengalaman. Tapi, tetap saja, kita pun bisa belajar dari rasa takut.

By: Gus Candra